Sunday, January 31, 2010

SAMPAI DI MEDAN



Kira2 jam 5 sore sy sampai di bandara polonia Medan Sumut. Santri salmiadi yang saya antar sudah faham setelah ini mau ke mana. sesuai dengan petunjuk pak zulkifli yang dari diknas aceh, sy dan salmiadi naik becak motor, khas pulau sumatra. dan baru pertama kali itu saya naik becak motor duduk disamping pak becak yang tidak mengayuh. sampailah saya ke agen trevel yang dituju yang akan mengantarkan salmiadi ke aceh. serah terima saya adakan di situ dengan kertas seadanya dan dengan tulisan tangan.
selesai sudah serah terima itu, tugas pertama sudah sy jalanka sesuai rencana. rencana besok harus pergi ke padang bertemu dengan pak efrizal mpp padang. tp sore ini juga sy harus dapat tempat menginap. sebab sy harus istirahat. dan alhamdulillah, sy dapat menginap di hotel melati 180 ribu semalam lengkap dengan gratis sarapan pagi prasmanan. (dimana2 juga sarapan di hotel gratis)
setelaah cek in, dan dpat kunci kamar, sore itu sy sempatkan utk jalan2 sekitar hotel. kebetulan hotel itu dekat dengan masjid raya medan, jaraknya mungkin hanya 200 meter. masjid yang arsitekturnya unik, indah tapi kamar mandinya kotor. dibelakangnya terdapat pemakaman raja2 dari kerajaan Deli. termasuk gubernur yang menjabat yang akhirnya meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang bbrp waktu lalu dimkamkan di komplek itu.

Friday, January 29, 2010

BERANGKAT KE PADANG LEWAT MEDAN


Surat tugas dari Mudir Ma’had no 484/PPMIA/01/X/2009 sebagaimana dalam isi surat, bahwa saya mendapatkan amanah untuk mendampingi dan mengantarkan santri yang bernama Salmiadi, santri asal Blang Pidie Aceh. Karena alasan tertentu maka dia dikembalikan ke orang tua. Disamping mengantarkan santri tersebut, dalam surat tugas itu saya juga dapat amanah untuk untuk menuju ke kota Padang Sumatra Barat dalam rangka distribusi bantuan penggalangan dana untuk korban gempa di ibu kota propinsi Sumatra Barat tersebut.

Berangkat dari PPMI Assalaam, hari Rabu, tanggal 21 Oktober 2009 jam 07.30. dilepas oleh Wadir II, Ustadz Arkanuddin, ST. Sebelum berangkat saya pastikan dulu contak person yang akan saya temui di Medan Sumatra Utara. Dia adalah Pak Zulkifli, perwakilan dari Diknas Aceh, akan tetapi beliau tidak dapat berjumpa dengan saya dan Salmiadi karena ada tugas yang tidak bisa ditinggalkan. Akhirnya saya diminta bertemu dengan saudaranya yang akan mewakili beliau, namanya Pak Syamsul Rizal, pemilik travel Abdiya, jl Laksana no 33M Medan Timur. Biro Travel yang memiliki jurusan Medan – Aceh, termasuk Blang Pidie di mana Salmiadi dan keluarganya berasal.
Sampai di Medan sekitar jam 15.30, lalu naik becak motor ke Biro Travel Abdiya. Pada awalnya Salmiadi tidak mau berangkat ke Aceh, karena Ibunya sekarang tinggal di Jambi. Tapi pesan dari Pak Zulkifli bahwa Salmiadi harus sampai di Aceh dulu. Cukup berat memastikan agar Salmiadi mau berangkat ke Aceh, karena dia bersikeras akan berangkat ke Jambi sore itu juga, dan sudah bersiap-siap akan menyetop angkutan jurusan terminal Medan. Akhirnya saya dapat membujuknya dan meyakinkan dirinya dan itu melegakan saya.
Serah terima Salmiadi kepada Pak Syamsu Rizal, mewakili Pak Zulkifli dari Diknas Aceh saya lakukan di kantor Biro Travel Abdiya menjelang magrib. Karena dari Pondok saya tidak membawa berkas serah terima, maka format dan redaksi berita acara serah terima saya buat sendiri dengan kertas dari buku kwarto bergaris milik Abdya Travel.

Labels: , ,

BERBAGI DUKA LANJUT


TRANSFER DUIT
dapatlah saya nomor rekening pak efrizal. Bank syariah mandiri kantor padang. setelah konsultsi beberpa saat dengan direktorat, maka hari itu juga hari senin saya transfer beliau 15 jt rupiah. bukti trnsfer saya faks ke alamat pinjaman yang beliau pinjam dari kantor tertentu. beberapa jam kemudian saya ditelpon bahwa uang suddah masuk ke rekeningnya dan akan segera dia manfaatkan untuk bantun korban gempa. alhamdulillah sudah selesai tugas saya untuk sementara dan saya bisa memberikan laporan kepada pengarah dan semua santri.
akan tetapi tugas masih panjang, karena itu baru tahap pertama. selanjutnya saya masih harus cari dan mengumpulkan lagi banyak rupiah yang harus saya lakukan.

Thursday, January 21, 2010

BERBAGI DUKA DI RANAH MINANG

BERBAGI DUKA DI RANAH MINANG

Gempa bumi yang terjadi di kota Padang Sumatra Barat akhir september lalu sampai saat ini masih menyisakan duka yang mendalam. Banyak bangunan yang masih dibiarkan terbengkalai apa adanya dengan kondisi yang ambruk atau setengah ambruk sehingga hampir runtuh. Meski beberapa bangunan milik pemerintah sudah ada beberapa yang siap untuk direnovasi, terbukti dengan adanya material bangunan yang ada di halaman gedung dan dikelilingi pagar seng. Sementara di pedalaman kota masih banyak masyarakat yang bertahan tinggal di tenda-tenda darurat bantuan dari pemerintah maupun LSM dalam dan luar negeri, yaitu berupa lembaran terpal yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai tenda. Dengan kondisi rumah mereka yang rusak berat retak-retak di beberapa bagian membuat mereka takut untuk tidur di dalam rumah, belum lagi adanya isu mengenai datangnya gempa susulan, merupakan alasan utama untuk tidak tidur di dalam rumah. Apalagi bagi yang rumahnya sudah rata dengan tanah, praktis hanya tenda terpal satu-satunya tempat berteduh dan bermalam. Itulah sedikit gambaran kondisi kota Padang sumatra Barat yang beberapa waktu lalu saya sempat mengunjunginya meski hanya semalam. Namun kenangan untuk bisa berbagi duka dengan ranah minang seakan tidak mudah saya lupakan. Tulisan ini saya buat tanggal 30 Oktober 2009

MULAI MENGGALANG DANA BANTUAN
Berawal dari surat tugas yang saya terima dari pimpinan pondok sebagai koordinator penggalangan dana untuk bantuan korban gempa Padang Sumatra Barat yang beritanya di televisi bisa saya saksikan hampir setiap hari perkembangannya disiarkan. Bencana ini menurut saya merupakan bencana nasional, apalagi lebih dari 1000 orang yang meninggal dunia. Bahkan menurut berita di koran yang saya baca, ada 7 desa yang terpaksa dijadikan kuburan massal disebabkan longsoran yang menimpa desa tersebut. Apalagi akses menuju daerah itu sangat sulit. Akhirnya dibiarkan begitu saja penduduk desa yang terkubur hidup-hidup tanpa melalui proses pemakaman selayaknya. Tapi inilah bencana. Semoga kita senantiasa introspeksi dan mengharapkan kepada Allah SWT untuk memberikan ujian kepada kita yang kita sanggup untuk memikulnya. Pemerintah juga harus tanggap dan memiliki sense of crisis terhadap rakyat. Bukankah selang beberapa hari pemrintah menggelar pelantikan anggota legislatif yang menelan biaya milyaran rupiah?????? Biarlah mudah-mudahan bisa lebih baik di masa yang akan datang.
Saya langsung mengadakan koordinasi dengan anggota team panggalangan dana untuk membicarakan langkah terbaik dan cepat. Akhirnya mulailah bekerja dan alhamdulillah saya mendapatkan waktu untuk sosialisasi di depan ribuan santri. Dan nampaknya mereka sangat antusias untuk berlomba-lomba memberikan sebagian uang sakunya untuk menyumbang korban gempa di Padang Sumatra Barat. Maka terkumpullah uang dari santri sebanyak hampir 8 juta rupiah, dari asatidzah / guru-guru hampir 3 juta, dari Assalaam Medic Care 1 juta rupiah, dan dari sumber yang lain sehingga sampai saat saya buat tulisan ini, telah terkumpul hampir 26 juta rupiah. Ini merupakan jumlah terbesar dalam pengalaman saya mendapatkan tugas dari direktur pondok kaitannya dengan penggalangan dana. Beberapa waktu yang lalu saya pernah mendapatkan tugas yang sama. Yaitu ketika palestina tepatnya jalur gaza diserang habis-habisan oleh laknatullah israel. Waktu itu terkumpul 13juta saja. Sedangkan distribusi dana tersebut saya titipkan ke Mer-C, lembaga Rescue internasional yang salah satu ketuanya adalah alumni Assalaam.
Ketika dana yang terkumpul waktu itu mencapai 15 juta rupiah lebih, saya konsultasikan kepada team pengarah tentang bagaimana cara terbaik untuk teknis pengiriman bantuan dana tersebut.

TRANSFER UANG KE MPP PADANG
Ustadz Bambang Arif Rahman, mantan sekretaris MPP telepon saya memberitahukan bahwa salah satu korban gempa yang saat itu masih tidur di tenda adalah Pak Efrizal Amd, ketua MPP Padang Sumbar. Dia juga memberikan kepada saya nomor Hpnya pak Efrizal. Saat itu juga saya kontak dan menanyakan bagaimana kondisinya dan keluarganya. Dan alhamdulillah semua selamat, apalagi anak-anaknya semuanya tidak tinggal bersamanya. Yang paling ragil sekolah di Bogor. Pak Efrizal sendiri seorang guru SMP Negeri. Konon katanya tiga muridnya kakinya patah, salah satunya adalah murid perempuan dan telah mendapatkan bantuan alat berjalan dari Amerika. Dia sendiri hanya tinggal bersama istrinya dalam sebuah rumah yang sudah retak-retak tidak jauh dari sekolah tempat dia mengajar. Ketika saya amati kondisi rumahnya, bisa saya katakan termasuk rumah yang “biasa-biasa” saja jika disejajarkan dengan wali santri yang lain. Meski saya sendiri belum punya rumah seperti milik pak Efrizal.