Sunday, March 30, 2008

KELABAKAN KUNJUNGAN BU MENTERI

Sebenarnya klinik assalaam akan diresmikan penggunaannya rabu 26 maret oleh ketua dewan pembina yayasan. Tapi karena ada kabar akan kunjungan menteri ke UNS, senin, 24 maret, maka panitia berinisiatif memajukan peresmian menjadi tgl 24, sekaligus ambil kesempatan kunjungan bu menteri kesehatan di UNS tersebut.
maka dr.syahrir sebagai ketua panitia, saya sebagai bagian acara, harus sosialisasi perubahan jadwal peresmian mengikuti ketetapan panitia. Ahad, 23 maret tim protokoler menteri kesehatan meninjau kesiapan acara di assalaam, ada tiga orang yang masing-masing memiliki tanggung jawab bidangnya sendiri. ada keamanannya sehingga perlu ditunjukkan rute perjalanan keliling assalaam, ada bagian keprotokoleran sehingga harus melihat susunan acara, sekaligus mengecek barangkali ada kesalahan penulisan nama Dr.dr. Siti Fadhilah Supari, Sp.J(K), begitu yang benar. terakhir adalah staff perempuan yang sudah menunjukkan kepada kami tentang teks pidato yang akan disampaikan, diselembar kertas lengkap dengan kop surat berlogo lambang garuda, menteri kesehatan. Jadi suasana saat itu sudah seperti gladi resik menjelang kunjungan bu menteri.
tibalah sekarang saatnya yang ditunggu-tunggu. tepat hari senin jam 12.00, sesuai agenda, bu menteri akan hadir di assalam. Masjid sudah didekor sedemikian rupa, 2200 santriwan dan wati sudah dikumpulkan dimasjid siap menyambut kedatangan menteri kelahiran solo tersebut. Sound sistem sudah dipasang dan beberapa kali teknisi berteriak-teriak 'cek sond...cek songg..." begitulah kiranya. Sudah satu jam santri menunggu, suasana mulai tidak menentu, kabar dari panitia lain katanya bu menteri masih ada acara bedah buku di UNS. saya harus ekstra hati-hati menenangkan ribuan santri yang sudah mulai gerah. Untungnya meraka sudah makan siang. (keputusan tepat panitia)
waktu yang ditunggu-tunggupun tiba, kabar di handponeku dari panitia, ternyata bu menteri tidak mau masuk masjid. Lho... iki piye? padahal santri sudah menunggu... lama. akhirnya terpaksa diriku naik mimbar ambil microphone dan memberikan penjelasan. bisa dibayangkan betapa kecewanya mereka, aku juga mencari alasan yang sekiranya dapat diterima, yaitu bahwa bu menteri saat ini sedang ada udzur syar'i sehingga menurut pendapat ulama tertentu memang dilarang masuk masjid. Alasan yang mungkin cukup ampuh walau bu menteri belum tentu memiliki udzur tersebut.

Friday, March 14, 2008

MengAqiqohi Diri Sendiri

Hukum menyembelih hewan aqiqah itu sendiri adalah sunnah atau paing maksimal hanya sunnah muakkadah. Tidak pernah sampai ke tingkat wajib, kecuali dijadikan nadzar. Tapi nyaris jarang sekali orang yang bernadzar untuk aqiqah, kalau bukan karena suatu keadaan tertentu.

Selain itu, juga perlu dicamkan bahwa pada dasarnya yang disyariatkan untuk melakukannya adalah orang tua bayi yang bersangkutan. Bukan diri si bayi yang baru lahir.

Syariat Islam juga tidak mewajibkan kepadabayi ini bila sudah tua suatu hari nanti, untuk melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW:

Setiap anak terikat oleh aqiqahnya. Ia disembelihkan hewan pada hari ke tujuh kelahirannya, dicukur, dan diberi nama. (HR Abu Dawud dan al-Hakim).

Apalagi ada pendapat di kalangan ulama seperti Imam Malik yang mengatakan bahwa syariat untuk menyembelih hewan aqiqah akan segera mengalami expired begitu momentum 7 hari telah lewat.

Walau pun Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa bila di hari ketujuh belum memungkinkan untuk dilakukan, maka boleh dilakukan pada hari ke-14 atau ke-21.

Barangkali yang paling cocok dengan pendapat yang umumnya dipakai oleh bangsa kita adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi'i. Beliau menyatakan tidak ada istilah expired date buat pelaksanaan aqiqah. Sehinngga sepanjang hayat masih sah kalau mau dilakukan.

Akan tetapi apakah hukumnya tetap harus dilaksanakan?

Para ulama itu tidak satu pun yang mengatakan harus, mereka hanya mengatakan hukum sah kalau dilakukan. Artinya, kalau pun tidak dilakukan, tentu tidak mengapa.

Kalau pun anda punya sedikit keluasan rezeki dan berniat mau melakukan penyembelihan aqiqah buat diri sendiri, maka pastikan beberapa hal bahwa penyembelihan hewan itu memang benar-benar bermanfaat.

Misalnya yang anda undang adalah orang-orang yang memang butuh makan, di mana mereka sehari makan tiga hari puasa. Karena memang tidak mampu dan dimiskinkan oleh sistem negara ini yang tidak jelas pertanggung-jawabanya.

Atau untuk para korban musibah bencana alam seperti banjir dan sebagainya. Di Jakarta ini banyak bencana seperti korban banjir dan sebagainya.

Pendeknya upayakan makanan itu jangan menjadi makanan yang paling jahat. Tahukah anda makanan yang paling jahat?

Makanan yang paling jahat adalah makanan walimah, yang lapar tidak diundang tapi yang kenyang malah diundang.

Ungkapan Syukur Dengan Sedekah Abadi

Kalau kita mau lebih cermat dan cerdas dalam mensyukuri nikmat yang Allah berikan, sebenarnya ada beberapa alternatif lain yang jauh akan lebih besar nilainya disisi Allah, ketimbang melakukan aqiqah.

Kami hendak sampaikan ini kepada Anda, karena teringat kejadian yang amat mirip dengan kasus Anda dan dialami oleh Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu.

Suatu ketika Allah SWT meluaskan rezeki beliau dalam bentuk mendapat jatah lahan kurma di daerah subur Khaibar. Seumur-umur, inilah rezeki yang paling besar yang pernah beliau terima.

Untuk menyampaikan rasa syukurnya, beliau pun mendatangi Rasulullah SAW untuk berkonsultasi. Maka Rasulullah SAW memberikan sebuah usulan yang nyaris tidak mungkin ditolak oleh Umar bin Al-Khattab.

Usulan nabi itu adalah agar Umar bin Al-Khattab selama-lamanya akan mendapatkan hasil pahala dari kebunnya itu. Beliau menyarankan agar harta itu diwaqafkan di jalan Allah. "Tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah hasilnya", demikian saran Nabi SAW.

Maka jadilah kebun itu kebun waqaf pertama dalam sejarah Islam. Maka Umar pun mengikrarkan kebun itu sebagai wakaf yang abadi, di mana hasil panennya diserahkan kepada baitulmal atau fakir miskin.

Inilah bentuk wakaf pertama dan sekaligus wakaf produktif pertama dalam sejarah syariah Islam.

Keunggulan wakaf ini adalah pahala yang terus menerus kita terima, berbeda dengan sedekah biasa, atau menyembelih qurban dan aqiqah yang pahalanya hanya sekali saja. Tapi dengan waqaf, anda bisa menerima pahala setiap kali ada orang yang mendapat manfaat dari harta yang tetap.

Wakaf Ilmu

Salah satu bentuk wakaf yang nyaris sudah ditinggalkan oleh umat ini adalah wakaf dalam bentuk ilmu agama.

Ilmu Agama?

Ya, ilmu agama. Ilmu agama inilah yang nyaris sudah hilang dari negeri kita. hari ini ada jutaan orang yang ingin menjalankan agama, tapi jarang sekali yang menjalankannya dengan ilmunya. Akibatnya, banyak orang yang salah jalan, sesat, tersesatkan dan salah arah.

Lalu kenapa kita tidak berwakaf di bidang ilmu agama?

Mungkin anda akan beralasan, wah saya bukan ulama pak ustadz, bagaimana mungkin saya berwakaf ilmu?

Anda tidak perlu jadi ulama dan ahli syariah dulu untuk bisa berwakaf ilmu. Sebab proses untuk bisa jadi ulama memang cukup panjang. Tapi anda tetap bisa ikut menyebarkan ilmu para ulama itu lewat berbagai buku dari para ulama itu untuk anda terbitkan.

Dan di zaman modern ini, kita bisa menerbitka tulisan dalam bentuk digital dan dipublish di internet. Buatlah sebuah situs yang online 24 jam, sehingga manusia seluruh dunia bisa mengakses ilmu-ilmu para ulama yang anda biayai penulisannya agar bisa online di situs tersebut.

Di tengah masyarakat Indonesia yang ternyata masih begitu awam terhadap sisi syariah Islam, wakaf ilmu secara online di internet akan menjadi sebuah persembahan yang teramat penting dan berharga.

Sayangnya, orang yang berpikir ke arah sana di negeri ini masih teramat sedikit, bahkan boleh dibilang tidak ada.

Maka seandainya sedikit rejeki anda itu dialokasikan untuk menerbitkan sebuah situs keIslaman, yang berisi konten-konten yang berguna untuk mendakwahkan agama Islam, maka tentu saja manfaatnya akan terasa ke seluruh dunia. Siapa saja yang mengakses situs itu dan mendapatkan manfaat, maka Allah SWT akan mengirimkan pahala kepada Anda sebagai pewaqafnya.

Semakin banyak orang yang mendapatkan manfaat dari harta waqaf yang tidak akan habis itu, semakin banyak pula anda menerima 'transfer' pahala dari mereka. Dan hal itu akan terus berlangsung seumur hidup, bahkan setelah nanti kita semua masuk liang kubur, pahala itu akan tetap terus mengalir kepada kita. Dan tentu saja tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.

Beberapa hari yang lalu kamimenyampaikan di rubrik ini tentang adanya situs yang berisi e-book kitab-kitab agama Islam yang diwaqafkan oleh saudara-saudara kita. Semua gratis dan boleh diunduh. Ternyata semua itu adalah waqaf mereka. Semoga pahala tetap terus mengalir kepada yang membiayai proyek penerbitan kitab waqaf di internet.

Sekarang bayangkan kalau ada situs seperti itu tapi dalam bahasa Indonesia, bayangkan berapa banyak umat Islam ini yang akan tercerahkan dengan adanya wakaf yang anda lakukan. Anda tinggal duduk enak-enak di rumah, dan pahala akan tetap terus mengalir.

Pelajaran dari Sebuah Kematian

Allah telah mengingatkanku pada hari ini. Sungguh aku merasa bersyukur atas kasih sayang yang selalu Dia tunjukkan kepada diriku. Sebuah kejadian yang selalu menjadi pelajaran bagi diriku untuk selalu terus berusaha menjadi hamba-Nya yang baik.

Aku mendengar berita duka itu menjelang jam pulang kantor, sekitar pukul setengah lima sore. "Galih, ayahnya Pak Andi meninggal, mau ikut takziah?" Demikian sebuah informasi disampaikan oleh teman kantorku sembari bertanya kepada diriku apakah akan ikut serta bertakziah. Aku pun mengiyakan ajakan bertakziah tersebut mengingat Pak Andi adalah teman satu section dengan diriku. Bukankah bertakziah merupakan salah satu hak saudara seiman.

Hari jumat, musibah ini pun kembali membawaku ke masa dua tahun yang silam, di mana pada hari jumat ini pula ayahku dipanggil oleh yang Kuasa. Suatu kejadian yang tidak pernah aku duga sebelumnya, ia datang dengan tiba-tiba tanpa ada kabar sebelumnya. Aku terduduk sejenak untuk mengatur nafas yang sedikit sesak sembari megingat kejadian dua tahun silam itu. Aku merasakan sekali apa yang sedang dirasakan oleh Pak Andi dan ini fitrah manusia.

Sekitar pukul setengah enam sore kami pun berangkat menuju rumah duka di daerah Pondok Gede. Aku memperikirakan bahwa perjalanan akan melewati waktu maghrib dan kemungkinan pukul setengah tujuh baru sampai di rumah duka. Benar saja, ketika mobil yang aku tumpangi hendak keluar pintu tol Pondok Gede adzan maghrib pun berkumandang. Suara muadzin pun berkumandang saling bersahutan antara masjid yang satu dengan yang lainnya. Panggilan muadzin pun mengetuk hatiku, memanggil jiwa yang lemah ini untuk segera bersujud. Namun aku tidak bisa menyambut penggilan tersebut dengan segera, mengingat waktu itu aku sedang berada di antara kepadatan kendaraan yang hendak keluar pintu tol. Aku memutuskan untuk shalat maghrib di tempat Pak Andi nanti.

Alhamdulillah perjalanan pun dapat ditempuh dengan lancar. Sekitar pukul setengah tujuh rombongan kantor tiba di rumah duka. Aku melihat sebuah tenda sedang dipasang di depan rumah duka tersebut. Aku kemudian masuk untuk menemui Pak Andi. Di depan pintu rumah rupanya Pak Andi sudah berdiri menyambut rombongan kantor. Aku tidak lupa untuk menyalami beliau sambil mengucapkan rasa belasungkawa. Hanya ucapan turut berduka yang aku sampaikan kepada Pak Andi, tidak lebih. Selebihnya aku hanya memandang sesosok tubuh yang terbujur kaku di atas sebuah ranjang. Tubuhnya tertutup oleh beberapa helai kain.

Aku terus memperhatikan sosok jenazah tersebut, aku perhatikan dengan seksama dari ujung rambut sampai ujung kaki. Batinku mulai mengajakku berbicara, "Lihatlah sosok menusia itu, terbujur kaku. Inilah akhir dari perjalanan hidup seorang manusia. Kini dia akan segera menghadap Sang Pencipta untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuat selama hidupnya. Bagaimana dengan kamu, Galih? Kamu pun akan seperti itu, segera, dan akan tiba giliranmu."

Aku berdiri dalam diam, mencoba merenungi apa yang dibicarakan oleh batinku. Ya, aku akan seperti itu, segera. Aku tidak tahu apakah aku siap menghadapinya.

Sayup-sayup aku mendengar percakapan atasanku dengan Pak Andi. Dari situ aku mendengar bahwa kematian ayah Pak Andi terjadi dengan tiba-tiba, malah ia sempat melaksanakan shalat jumat. Percakapan itu kembali membuat diriku semakin diam, semakin dihantui rasa takut. Takut akan akhir hayat yang tidak bisa aku duga sedang apa aku ketika ajal menjemput. Suatu akhir yang sangat tidak bisa diramalkan oleh siapapun.

Akhirnya aku keluar dari rumah duka tersebut karena mengingat aku belum melaksanakan shalat maghrib. Aku pun bergegas menuju masjid yang tidak jauh letaknya dari rumah duka tersebut. Bersama tiga orang teman, kami pun melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Dalam sujudku aku berdoa semoga Allah memberikanku akhir yang baik.

Aku teringat dengan sebuah hadits yang menerangkan bahwa manusia itu tergantung akhirnya. Setiap aku bertakziah aku selalu bertanya pada diri sedang apakah aku ketika ajal datang? Sedang dalam ketaatan ataukah sedang bermaksiat? Ya, Allah, aku benar-benar takut, takut akan akhir yang buruk.

Namun, ada hal yang sering membuatku heran dalam setiap bertakziah. Aku sering melihat para pentakziah tertawa dan bercanda di sana satu sama lain. Seolah kematian seseorang merupakan acara komedi yang dapat mengundang sejuta tawa. Ataukah mereka adalah sekelompok orang yang sudah siap dengan segudang amal sehingga tidak terlihat sedikitpun wajah duka? Bukankah Rasulullah pernah mengingatkan para sahabatnya bahwa seandainya menusia itu tahu dasyatnya hari akhir kelak, tentu manusia akan lebih banyak menangis dan sedikit tertawa.

Sekitar pukul delapan akhirnya rombongan kantor berpamitan. Dalam perjalanan pulang kembali aku merenungi diri ini. Akan seperti apa aku ketika ajal menjemput? Apakah sedang berada dalam ketaatan ataukah sedang bermaksiat kepada Allah?